Beranda | Artikel
Hukum Belanja di Pasar Loak
Sabtu, 1 Juni 2019

Hukum Belanja di Pasar Loak

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Bagian dari tradisi pasar loak, pasar yang umumnya menyediakan barang-barang bekas, dengan harga yang relatif lebih miring dibandingkan harga barunya. Pada asalnya, tidak ada yang bermasalah dengan jual beli barang bekas. Di masa sahabat, jual beli baju bekas adalah satu hal yang lumrah dan biasa. Lalu apa yang bermasalah dengan pasar loak?

Bagi sebagian orang yang melihat karakter masyarakat di negara kita, dia merasa ada sedikit bermasalah dengan pasar loak. Disamping tempat jual beli barang bekas, pasar ini dinilai sebagai tempat penampungan barang curian!!?.

Benarkah dugaan ini? tentu saja saya tidak bisa menilai. Karena itu, terkait kondisi dugaan, ada 3 keadaan yang bisa kita bedakan,

Pertama, yakin bahwa barang yang dijual itu adalah barang curian Jika kita yakin bahwa itu adalah barang curian maka terlarang bagi kita untuk membelinya. Syaikhul Islam mengatakan,

الأموال المغصوبة والمقبوضة بعقود لا تباح بالقبض إن عرفه المسلم : اجتنبه ، فمن علمتُ أنه سرق مالاً ، أو خانه في أمانته ، أو غصبه فأخذه من المغصوب قهراً بغير حق : لم يجز لي أن آخذه منه ، لا بطريق الهبة ، و
لا بطريق المعاوضة ، و لا وفاء عن أجرة ، ولا ثمن مبيع ، و لا وفاء عن قرض ، فإن هذا عين مال ذلك المظلوم

Harta hasil rampasan atau didapatkan dengan akad yang tidak mubah, jika ada seorang muslim yang mengetahuinya maka dia harus menjauhinya. Karena itu, jika saya mengetahui ada orang mencuri barang, atau berkhianat terhadap barang amanah, atau mendapatkan barang dengan cara merampas tanpa alasan yang benar, maka tidak boleh bagi saya untuk
mengambil barang itu darinya, baik dengan cara hibah, atau beli atau upah kerja, ataupun pembayaran utang. Karena barang ini adalah milik orang yang didzlimi itu. (Majmu’ al-Fatawa, 29/323).

Mengapa dilarang untuk dibeli? Karena ini termasuk tolong menolong dalam maksiat. Lembaga Fatwa Arab Saudi – Lajnah Daimah –menjelaskan,

إذا تيقن الإنسان من كون السلعة المعروضة للبيع أنها مسروقة ، أو مغصوبة ، أو أن مَن يعرضها لا يملكها ملكاً شرعيّاً ، وليس وكيلاً في بيعها : فإنه يحرم عليه أن يشتريها ؛ لما في شرائها من التعاون على الإثم
والعدوان

Jika seseorang yakin bahwa barang yang dijual itu adalah hasil curian atau hasil rampasan, atau orang yang menjualnya tidak memiliki dengan cara yang dilegalkan secara syariat, sementara dia juga bukan wakil dari pemilik, maka haram bagi orang yang yakin itu untuk membelinya. Karena membelinya termasuk tolong menolong dalam dosa dan dzalim. (Fatawa Lajnah Daimah, 13/82/83)

Di negara kita, penadah barang curian termasuk tindak kriminal. Dalam KUHP pasal 480 penadah barang hasil tindak kejahatan mendapat ancaman penjara maksimal 4th. Dan ini aturan yang benar, insyaaAllah.

Kedua, dugaan kuat barang yang dijual adalah hasil curian Terdapat kaidah yang menyatakan,

المظنّة تنزل منزلة المئنّة

“Dugaan yang kuat kedudukannya bisa dijadikan bukti.”

Dalil mengenai hal ini sangat banyak, diantaranya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan orang yang ragu ketika shalat, apakah baru 3 rakaat ataukah sudah 4 rakaat. Dan beliau ajarkan agar memilih yang paling mendekati (at-Taharri). Sikap ini menunjukkan bahwa orang yang ragu ini mengambil sikap berdasarkan dugaan kuat.

Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah, terdapat pertanyaan mengenai hukum jual beli barang yang diduga kuat hasil curian.

Jawaban Lembaga Fatwa Syabakah Islamiyah,

فمتى علم الشخص أو غلب على ظنه أن البضاعة المعروضة للبيع مسروقة فلا يجوز له شراؤها لما فيه من تفويت السلعة على مالكها الحقيقي ولما فيه أيضا من التعاون على الإثم والعدوان وإقرار المنكر والرضا بالظلم ونحو ذلك من المفاسد.

Ketika seseorang mengetahui atau menduga kuat bahwa barang yang ditawarkan adalah hasil curian, maka dia tidak boleh membelinya. Karena ada pemiliknya yang kehilangan barang ini, disamping itu, termasuk tolong menolong dalam dosa dan dzalim, menyetujui
kemungkaran, mendukung kedzaliman atau dampak buruk lainnya. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 107474)

Ketiga, tidak tahu sama sekali bahwa barang itu hasil curian Kasus semacam ini pernah ditanyakan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

عن الرجل يشتري سلعة بمال حلال ولم يعلم أصل السلعة هل هو حرام ؟ أو حلال ؟ ثم كانت حراما في الباطن هل يأثم أم لا ؟

Ada yang bertanya mengenai seseorang yang membeli barang dengan uang halal, namun dia tidak tau asal-usul barang tersebut, apakah menjadi haram ataukah halal? Kemudian jika ternyata barang itu aslinya haram, apakah pembeli berdosa?

Jawaban Syaikhul Islam,

متى اعتقد المشترى أن الذي مع البائع ملكه فاشتراه منه علي الظاهر لم يكن عليه اثم فى ذلك وان كان فى الباطن قد سرقه البائع لم يكن على المشترى اثم ولا عقوبة لا فى الدنيا ولا فى الآخرة

Selama pembeli berkeyakinan bahwa barang yang bersama penjual adalah miliknya, lalu dia beli barang itu, yang lebih tepat pembeli tidak berdosa. Meskipun aslinya, bisa jadi barang ini hasil curian penjual, pembeli tetap tidak berdosa, dan tidak ada hukuman dunia maupun
akhirat.

Syaikhul Islami melanjutkan keterangannya,

والضمان والدرك على الذي غره وباعه وإذا ظهر صاحب السلعة فيما بعد ردت إليه سلعته ورد على المشترى ثمنه وعوقب البائع الظالم؛ فمن فرق بين من يعلم ومن لا يعلم فقد أصاب ومن لا أخطأ والله أعلم

Sementara ganti rugi menjadi tanggung jawab orang yang menipu dan menjualnya. Dan jika setelah itu diketahui pemilik barang, maka barang itu wajib dikembalikan kepadanya, dan uangnya wajib dikembalikan ke pembeli. Sementara penjual yang dzalim berhak dihukum. Siapa yang membedakan hukum antara orang yang tahu dan orang yang tidak tahu, maka dia benar. dan siapa yang tidak membedakannya, pasti kesimpulan yang salah. (Majmua’ al-Fatawa, 29/293)

Penjelasan yang sama juga disampaikan dalam Fatwa Syabakah Islamiyah,

وأما إن كان الشخص لا يعلم ولا يغلب على ظنه أن البضاعة مسروقة فلا مانع من شرائها لأن الظاهر أن ما في يد الإنسان ملك له، ولا ينتقل عن هذا الظاهر إلا بعلم أو غلبة ظن يقوم مقام العلم.

Jika seseorang tidak tahu, dan tidak memiliki dugaan bahwa barang itu hasil curian, maka tidak masalah membelinya. Karena pada prinsipnya, barang yang ada di tangan seseorang adalah miliknya. Dan kita tidak meninggalkan hukum asal ini, kecuali jika ada bukti yang meyakinkan atau dugaan kuat yang mendekati yakin. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 107474)

Kita tidak menghukumi pasar loak secara umum. Karena semua tergantung keadaan transaksinya. Jika kita jujur dalam melihat, insyaaAllah kita bisa menilai dengan semua indikator yang ada. Sehingga bukan sebatas pertimbangan, yang penting murah atau lainnya. Jika anda yakin objek transaksi ini bukan hasil curian atau anda tidak memiliki dugaan sama sekali bahwa itu curian, silahkan dibeli..

Semoga Allah membimbing kita untuk selalu membatasi diri dengan yang mubah.

Demikian, Allahu a’lam.

Sumber: Dikutip dari buku Pasar Muslim dan Dunia Makelar (hlm. 138 – 145), Ustadz Ammi Nur Baits)


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/6799-hukum-belanja-di-pasar-loak.html